SATYABERITA – Kemacetan parah yang terjadi hampir setiap hari di kawasan Jakarta Utara, terutama di jalur-jalur strategis seperti Jalan RE Martadinata, Cilincing, Koja, Ancol, Sunter, dan akses menuju Pelabuhan Tanjung Priok, kembali menuai kritik tajam dari masyarakat dan pelaku usaha logistik.
Selain menghambat mobilitas warga, kemacetan ini juga dinilai memberikan dampak serius terhadap perekonomian nasional.
Direktur LBH Jaringan Rakyat, Ical Syamsudin, menyoroti minimnya upaya konkret dari pihak kepolisian dan pemerintah kota dalam mengatasi kemacetan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun tersebut.
“Ini bukan hanya soal lalu lintas yang macet. Ini soal kinerja, koordinasi, dan tanggung jawab aparat yang abai terhadap kebutuhan masyarakat,” ujar Ical dalam keterangan tertulis, Sabtu (19/4/25).
Menurut Ical, kerja dan kinerja Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok serta Kapolres Jakarta Utara mulai dipertanyakan publik. Masyarakat menyoroti lemahnya penegakan hukum, pembiaran terhadap pelanggaran seperti parkir liar dan kendaraan berat yang melintas di luar jam operasional, hingga ketidakhadiran petugas di titik-titik kemacetan.
“Tanpa sistem kerja yang terkoordinasi dan komando yang jelas dari Kapolres masing-masing, potensi kemacetan tidak akan pernah bisa diminimalkan,” tegas Ical.
Ia menambahkan bahwa masyarakat sudah lelah dengan retorika tanpa aksi nyata, dan saat ini dibutuhkan kepemimpinan yang tegas serta berani turun langsung ke lapangan.
Kinerja Wali Kota dan Sudin Perhubungan Jakarta Utara Disorot
Kemacetan total yang terjadi pada Kamis (17/4/2025) lalu menjadi contoh nyata lemahnya penanganan dari pemerintah kota. Jalur vital seperti Jalan Raya Cilincing, Jalan Yos Sudarso, Jalan Enggano, hingga akses menuju dan dari Pelabuhan Tanjung Priok, lumpuh total, menyebabkan kerugian waktu, biaya, serta menurunnya kualitas hidup masyarakat.
Kritik juga ditujukan kepada Wali Kota Jakarta Utara dan Suku Dinas Perhubungan (Sudinhub) yang dinilai tidak menunjukkan performa maksimal dalam menangani persoalan lalu lintas.
“Penanganan kemacetan sangat lambat, tidak terkoordinasi, dan lebih bersifat reaktif ketimbang preventif,” ujar Ical.
Menurut Ical berbagai alasan disampaikan seperti minimnya petugas di lapangan, kurangnya inovasi kebijakan transportasi, hingga lemahnya sinergi antara Pemkot, Sudinhub, dan kepolisian menunjukkan bahwa belum ada langkah nyata untuk menyelesaikan persoalan ini secara sistemik.
“Masyarakat tidak butuh seremonial atau wacana. Mereka butuh solusi nyata. Kalau tidak ada evaluasi dan perbaikan menyeluruh, kemacetan di Jakarta Utara akan terus menjadi bukti kegagalan tata kelola wilayah,” pungkas Ical.
Harapan akan Kepemimpinan yang Responsif
Masyarakat Jakarta Utara berharap para pemangku kebijakan, baik dari unsur kepolisian maupun pemerintah kota, segera turun tangan secara serius. Dibutuhkan kepemimpinan yang tidak hanya hadir dalam rapat, tetapi juga melihat langsung realitas di lapangan dan mengambil tindakan tegas serta terukur.
Tanpa perbaikan manajemen dan kerja sama lintas sektor, kemacetan di wilayah ini dikhawatirkan akan menjadi warisan kegagalan yang terus berulang dan tidak kunjung selesai.
Komentar0