TpOlTfrpTSY5BUO8BSd8Tfr0Gi==

Asbes Mengandung Serat Beracun Jangan Gunakan Sebagai Atap Rumah, ini Penjelasannya

SATYABERITA – Meski dikenal murah dan mudah dipasang, penggunaan atap asbes pada bangunan rumah masih banyak dijumpai di Indonesia. Namun di balik kepraktisannya, material ini menyimpan ancaman besar terhadap kesehatan yang kerap tak disadari masyarakat.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah lama menetapkan bahwa asbes merupakan bahan berbahaya. Bahkan, penggunaannya sebagai atap bangunan telah dilarang di banyak negara karena bersifat karsinogen atau dapat menyebabkan kanker.

WHO menyebutkan, pada 2016 terdapat lebih dari 200 ribu kematian yang diakibatkan oleh paparan serat asbes. Jumlah ini mencakup sekitar 70 persen kematian akibat kanker yang muncul di tempat kerja.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, menjelaskan asbes dapat melepaskan serat beracun yang sangat kecil ke udara. Serat tersebut, yang berdiameter kurang dari 3 mikrometer—lebih tipis dari 1/700 helai rambut manusia—dapat terhirup dan menempel di paru-paru. Ukurannya yang mikroskopis membuatnya sulit disaring oleh sistem pernapasan manusia.

Memang dikatakan dampak paparan asbes tak langsung terasa. Gejala umumnya baru muncul setelah 40 hingga 60 tahun sejak paparan pertama kali terjadi. Dalam tubuh, serat asbes bisa bertahan lebih lama dari itu.

Paparan jangka panjang terhadap serat asbes dapat menyebabkan penyakit serius seperti asbestosis, yakni kondisi di mana paru-paru mengalami jaringan parut (fibrosis), yang menyebabkan sesak napas dan menurunkan kemampuan oksigen masuk ke dalam darah. 

Selain asbestosis, serat asbes juga dikaitkan dengan mesothelioma, sejenis kanker agresif dan langka yang menyerang membran pelindung paru-paru, jantung, atau perut.

Sayangnya, penyakit-penyakit ini tidak dapat disembuhkan. Perawatan hanya bisa diberikan untuk mengurangi gejala, salah satunya melalui perubahan gaya hidup seperti berhenti merokok.

Indonesia memang belum sepenuhnya melarang penggunaan asbes, namun sejumlah regulasi sudah membatasi penggunaannya. Dinkes DKI Jakarta pernah menyampaikan melalui akun media sosialnya bahwa asbes termasuk dalam kategori bahan beracun berbahaya (B3), mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999.

Penggunaan material ini pun diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2023 yang mengatur batas maksimum serat asbes yang diperbolehkan, yakni hanya 5 serat per mililiter udara.

Sebagai informasi, setidaknya 50 negara di dunia telah resmi melarang penggunaan asbes untuk bangunan dan industri. Langkah ini dinilai penting sebagai bagian dari upaya mencegah penyakit mematikan akibat paparan asbes di masa depan.

Kesadaran masyarakat dan penegakan regulasi menjadi kunci utama untuk melindungi kesehatan publik dari ancaman senyap yang ditimbulkan material ini.


Komentar0

Type above and press Enter to search.