SATYABERITA – Ramainya tudingan dugaan nepotisme dan penyalahgunaan jabatan yang dialamatkan kepada Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Marullah Matali, sejumlah pihak mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam menyikapi isu yang belum terbukti secara hukum.
Denni, Pegiat Media yang juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal PP GPII Bidang Komunikasi dan Informasi, mengimbau masyarakat untuk tidak terburu-buru menyimpulkan kesalahan berdasarkan opini yang berkembang di media sosial.
“Publik perlu berhati-hati. Jangan langsung menyimpulkan kesalahan seseorang hanya karena narasinya viral. Di negara hukum, yang harus berbicara adalah bukti dan proses,” ujar Denni, Kamis (15/5/2025).
Menurutnya, tuduhan yang dilayangkan kepada Sekda DKI oleh seorang ASN yang belakangan viral masih bersifat sepihak dan belum disertai bukti yang sah.
Ia juga menyoroti kecenderungan penyebaran informasi secara masif sebelum adanya klarifikasi resmi dari instansi terkait.
Terkait penunjukan Muhammad Fikri Makarim alias Kiky sebagai Tenaga Ahli Sekda, Denni menjelaskan bahwa posisi non-struktural seperti itu umum ditemui dalam birokrasi, selama tidak menyalahi aturan kepegawaian dan anggaran.
“Tenaga ahli adalah hak diskresi pejabat untuk menunjuk siapa yang mereka nilai kompeten dan bisa dipercaya membantu tugasnya. Jangan buru-buru dicap nepotisme hanya karena ada hubungan personal, apalagi jika belum ada pelanggaran,” tegasnya.
Lebih lanjut Denni juga mengingatkan bahaya dari fenomena trial by media, di mana seseorang telah dihukum oleh opini publik sebelum proses hukum berjalan.
Ia menyatakan bahwa tudingan terkait intervensi proyek dan pengkondisian kontrak BUMD semestinya ditindaklanjuti oleh lembaga seperti KPK, bukan hanya bersandar pada testimoni dan rumor.
“Kalau memang ada indikasi korupsi, kami mendukung KPK untuk masuk. Tapi jangan jadikan media sebagai palu hakim,” katanya.
Menanggapi penunjukan Faisal Syafruddin sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPAD DKI yang ikut disorot, Denni menyebut hal tersebut merupakan kewenangan pimpinan dan tidak memerlukan seleksi terbuka sebagaimana pengangkatan pejabat definitif.
“Yang penting transparansi tugas dan tidak ada pelanggaran dalam pelaksanaannya. Jangan sampai logika hukum kita dikalahkan oleh sensasi,” ujar Denni.
Untuk itu Denni mengajak seluruh insan pers untuk menjunjung tinggi etika jurnalistik dan prinsip verifikasi dalam memberitakan isu-isu sensitif, khususnya yang menyangkut dugaan pelanggaran oleh pejabat publik.
Denni mengatakan, bahwa hingga kini belum ada bukti kuat yang menunjukkan pelaporan ke KPK tersebut benar-benar didasari oleh fakta hukum, bahkan ada indikasi pencatutan nama ASN demi menurunkan citra Sekda DKI.
“Demokrasi yang sehat membutuhkan media yang menjadi penjernih, bukan penyulut. Kami tidak membela figur, kami membela proses. Jangan rusak tatanan hukum hanya karena opini mendahului bukti,” tutup Denni.
Komentar0