SATYABERITA – Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang tengah dibahas oleh DPRD DKI Jakarta menuai kritik dari berbagai pihak.
Salah satunya datang dari Aktivis Cinta Kebenaran, Taufik Tope Rendusara, yang menilai sejumlah pasal dalam draf Ranperda tersebut tidak selaras dengan peraturan di tingkat nasional dan berpotensi merugikan pelaku usaha kecil.
Menurut Taufik, perluasan larangan merokok yang diatur dalam Ranperda melampaui ketentuan dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan serta Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024.
"Beberapa pasal dalam rancangan aturan ini memperluas cakupan kawasan tanpa rokok ke ruang publik terpadu dan tempat berizin keramaian. Bahkan, pengaturan batas area hingga sejauh kucuran air dari atap bangunan terkesan berlebihan dan sulit diterapkan," ujar Taufik, dalam keterangan tertulis, Senin (26/5/2025).
Salah satu poin yang paling disorot adalah larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan area bermain anak.
Taufik menilai kebijakan ini akan memukul sektor ritel, terutama UMKM yang bergantung pada penjualan rokok sebagai sumber pendapatan utama.
"Ini bukan hanya soal rokok, tapi menyangkut keberlangsungan usaha ribuan pedagang kecil yang menggantungkan hidup dari sana," katanya.
Tak hanya itu, larangan total terhadap iklan, promosi, dan sponsor produk tembakau di seluruh wilayah DKI Jakarta dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat.
Taufik mengingatkan bahwa Mahkamah Konstitusi telah menolak usulan serupa pada 2017, dengan menegaskan bahwa rokok adalah barang legal yang sah diperjualbelikan di Indonesia.
Ia juga menyoroti ketentuan pelarangan pemajangan produk rokok di tempat penjualan, yang dinilainya melanggar prinsip dasar perlindungan konsumen.
"Masyarakat berhak tahu dan mendapatkan informasi yang cukup mengenai produk legal. Jika dilarang dipajang, itu bisa memicu meningkatnya peredaran rokok ilegal, yang saat ini saja sudah menyentuh hampir 7 persen secara nasional," tambah Taufik.
Ketidaksesuaian beberapa pasal dalam Ranperda dengan peraturan di tingkat pusat dikhawatirkan akan menciptakan tumpang tindih kebijakan dan membingungkan masyarakat. Oleh karena itu, ia mendesak DPRD DKI Jakarta untuk meninjau ulang rancangan aturan ini.
“Perlindungan kesehatan masyarakat penting, tapi jangan sampai menyingkirkan aspek ekonomi dan kepastian hukum bagi pelaku usaha. Regulasi daerah harus selaras dengan aturan nasional dan berpihak pada kepentingan semua pihak,” tegasnya.
Ranperda KTR DKI Jakarta saat ini masih dalam tahap pembahasan. Publik berharap DPRD DKI dapat merumuskan aturan yang berimbang antara perlindungan kesehatan dan keberlangsungan ekonomi masyarakat. (pot)
Komentar0