SATYABERITA – Rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memasukkan tempat hiburan malam ke dalam cakupan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) menuai respons beragam.
Praktisi kepariwisataan, Sanny Ahmad Irsan, menilai kebijakan ini berpotensi memberikan dampak serius terhadap industri hiburan malam di Ibu Kota.
“Ini keren buat warga Jakarta, tapi nggak keren untuk pengusaha hiburan malam. Efeknya, jumlah pengunjung bakal turun drastis,” ujar Sanny kepada wartawan, Selasa (27/5/2025).
Menurutnya, pelarangan merokok di tempat hiburan malam akan memicu pergeseran kunjungan ke wilayah-wilayah penyangga seperti Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 dan Bekasi, yang hingga kini belum memberlakukan aturan serupa.
Ia pun memperkirakan dampaknya akan berlanjut pada penurunan pendapatan hingga potensi gulung tikar sejumlah pelaku usaha hiburan malam di Jakarta.
“Kalau mereka tutup, akan banyak pengangguran. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Jakarta juga bakal berkurang,” lanjutnya.
Sanny menilai, kebijakan ini justru bisa menjadi peluang bagi daerah tetangga. Kabupaten Tangerang, khususnya kawasan PIK 2, disebutnya bakal menjadi magnet baru bagi bisnis hiburan malam yang hengkang dari Jakarta.
“Bisa dipastikan PIK 2 bakal banjir tempat hiburan,” kata dia.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung menyatakan persetujuannya terhadap usulan Fraksi Partai Gerindra yang mendorong agar tempat hiburan malam dimasukkan ke dalam cakupan KTR. Persetujuan tersebut disampaikan dalam Rapat Paripurna DPRD DKI Jakarta, Selasa (27/5).
“Eksekutif sepakat bahwa tempat karaoke, kelab malam, dan kafe live music masuk dalam definisi tempat umum dalam Ranperda Kawasan Tanpa Rokok,” ujar Pramono.
Ia menyebutkan sejumlah kota besar dunia seperti Tokyo, Seoul, dan San Jose telah lebih dulu menerapkan larangan merokok di bar dan diskotek, bahkan memberlakukan sanksi denda bagi pelanggar.
Dalam pandangan umum Fraksi Gerindra, ditegaskan pentingnya perlindungan masyarakat dari paparan asap rokok. Fraksi ini menyoroti tiga hal utama: penegasan lokasi KTR, penyediaan ruang khusus merokok, serta pengaturan rokok elektrik dan vape.
Mereka juga menyebutkan tingginya risiko kebakaran di tempat hiburan yang disebabkan oleh puntung rokok sebagai alasan mendesaknya regulasi ini.
“Kami meminta agar vape diperlakukan sama seperti rokok konvensional. Penggunaannya harus diatur ketat,” tulis Fraksi Gerindra dalam pernyataannya.
Meski demikian, Sanny mengingatkan bahwa setiap kebijakan membawa konsekuensi. Ia berharap Pemprov DKI Jakarta dapat mengantisipasi dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan tersebut secara matang.
“Jangan sampai niat baik malah menciptakan masalah baru,” pungkasnya. (pot)
Komentar0