TpOlTfrpTSY5BUO8BSd8Tfr0Gi==

Janji 5 Miliar Untuk Koperasi Desa adalah Bius.

Oleh : Dr. Marhali

SATYABERITA - Karena upload saya dengan pejabat "satgasnas" KDMP di Medsos, maka saya mendapat kiriman email tiga proposal dari tiga Koperasi Desa. Tiga Koperasi Desa itu jauh dari Ibu Kota, dari Timur dan Barat. Tiga proposal itu memang tidak panjang-panjang. Hanya daftar inventaris kebutuhan alat/mesin, gudang, truk dan kendaraan operasional, sarana produksi lainnya atau saran fisik semua. Lucunya ketiga proposal itu, nilai pengajuannya Rp 5 miliar semua. Full. 

Uraian potensinya hanya satu paragraf. Tidak ada perhitungan kelayakan usaha, hanya ada kesimpulan bahwa kalau mereka mendapatkan seluruh dana itu, maka mereka akan maksimal memanfaatkan potensi itu. Tanpa hitungan rasional. "Bahkan mereka menyimpulkan setahun bisa untung bersih Rp 1 M, " mengutip promosi salah satu Menteri yang ternyata membuai banyak warga pada janji surga keuntungan Koperasi Desa itu...wow.

Seperti salah satu proposal, sebenarnya dalam satu alinea bisnis yang direncanakan adalah potensi buah kelapa. Bahwa di desa itu buah kelapa bisa terkumpul rata-rata perbulan sampai 60 ribu buah. Per-buah dari petani Rp 2.000. Ongkos angkut sampai ke gudang koperasi dan pegolahan (kupas sabut) Rp 700. (Harga Pokok sampai gudang Rp 2.700).

Tidak ada lagi penjelasan, setelah di gudang dan diolah dg berbagai mesin yang mereka ajukan untuk menjadi tepung kelapa, santan, dan produk turunannya akan berapa nilai tambahnya. Pokoknya untungnya satu milyar. Tulis proposal itu. Sekali lagi mengutip janji keuntungan seperti yang dijanjikan Sang Menteri, memperkuat "halusinasi" mereka. 

Saya coba balas salah satu email itu, iseng, dengan salah satu hitungan setengah lembar kertas. Intinya, jika Harga Pokok di gudang Rp 2.700 itu, ditambah dengan biaya kontainer Rp 700/buah = HPP Rp 3.400 (per-kontainer 20.000 biji kelapa, biaya Rp 14 juta) di kirim ke Surabaya dg harga biji kelapa saat ini sudah mencapai Rp 10 ribu. Berapa selisihnya? Yakni Rp.10.000 - Rp 3.400 = Rp 6.600

Tanpa seluruh peralatan Rp 5 miliar yang mereka ajukan di proposal tadi, HPP 60 ribu (60 ribu x Rp 3.400) = Rp 204 juta. Berarti hanya butuh modal Rp 204 juta. Tanpa mesin pengelolaan kelapa yang padat modal dengan ancaman kerusakan pasca produksi.

Propaganda pemerintah pusat tentang jumlah kucuran dana yang milyaran rupiah dan keuntungan yg juga wah, itu telah "membius" rakyat memotret realitas potensi masing-masing. Mereka berpusat pada upaya pencairan "janji manis" itu dan lalai memotret potensi yang sebenarnya ada di depannya dengan ukuran-ukuran yang sederhana. 

Bagi koperasi produksi seperti "Desa Kelapa" tadi, dari balasan email ke saya, mereka mengakui bahwa dalam satu kabupaten ada 170 Desa. Kabupaten "Kelapa" itu adalah penghasil kelapa dari dulu. Kalau 170 x 60 ribu kelapa, maka ada 10.200.000 biji kelapa. Hanya butuh modal Rp 34,6 miliar untuk 170 Kopdes. Berapa keuntungan, jika dikonsolidasi usaha kelapa satu kabupaten (170 Kopdes)? Jawabnya: Rp 396 Miliar. 

Pemangku kepentingan sebaiknya lebih konsern mempersiapkan data jumlah produksi masyarakat untuk melakukan penjualan bersama, dan data jumlah kebutuhan riil per-KK untuk beberapa komoditas pokok untuk koperasi konsumen yang banyak perkotaan. Jika dua data kebutuhan produksi riil anggota koperasi dengan data rata-rata kebutuhan konsumsi pokok ini, seperti beras, gula, minyak goreng, dapat dimiliki oleh pemerintah daerah maupun pusat, maka mata rantai yang membuat mahal barang dan menekan harga jual produksi petani kecil bisa dikendalikan. Itu tujuan berkoperasi dan tujuan pasal 33 yang sejatinya. 

Catatan:
Jika di Ibu Kota, satu kelurahan rata-rata 5.000 KK, dengan kebutuhan rata-rata beras per-bulan 20 Kg. Maka per-bulan 100 ton perkelurahan Koperasi Desa Merah Putih bisa belanja beras bersama. Maka, harus ada pendataan kebutuhan warga lebih dahulu, khususnya kebutuhan pokok. Dilanjutkan dengan kontrak membeli dan memodali kebutuhan mereka sendiri.

Komentar0

Type above and press Enter to search.