SATYABERITA – Pemerintah Israel diketahui memberlakukan sensor ketat terhadap informasi korban jiwa di kalangan tentaranya selama agresi militer di Jalur Gaza.
Namun, sebuah laporan terbaru dari surat kabar Israel Yedioth Ahronoth mengungkap kenyataan yang jauh lebih suram dari data resmi yang dirilis militer Zionis.
Dalam laporan eksklusif yang mengutip pernyataan seorang komandan batalyon Israel secara anonim, diungkapkan bahwa lebih dari 10.000 tentara Israel telah tewas atau terluka sejak dimulainya perang di Gaza pada 7 Oktober
“Kami menghadapi kekurangan lebih dari 10.000 tentara yang telah terbunuh atau terluka. Sementara beberapa ribu lainnya berulang kali mengalami gangguan stres pascatrauma,” ujar sang komandan, seperti dilansir Press TV.
Data resmi militer Israel sendiri mencatat 861 tentara tewas, dengan 491 di antaranya gugur dalam pertempuran darat di Jalur Gaza.
Sementara itu, jumlah tentara yang terluka dilaporkan mencapai 5.921 orang, termasuk 2.987 yang mengalami luka akibat kontak langsung dalam pertempuran.
Kendati angka resmi tersebut sudah menunjukkan kerugian besar, laporan Yedioth Ahronoth dan beberapa media berbahasa Ibrani lainnya kerap kali membongkar kebohongan pemerintah mereka sendiri.
Bahkan, pada 10 Desember lalu, Yedioth Ahronoth sempat merilis laporan mengejutkan yang menyebutkan sekitar 5.000 tentara terluka dan 2.000 di antaranya mengalami cacat permanen.
Akan tetapi laporan tersebut kemudian ditarik dan diganti dengan versi yang menampilkan angka lebih rendah.
Sejak awal agresi, informasi terkait korban jiwa di kalangan militer Israel menjadi sasaran penyensoran ketat.
Pemerintah melarang media merilis data kematian secara bebas, dengan dalih menjaga moral pasukan serta mencegah tekanan publik terhadap para pejabat keamanan dan politik.
Namun laporan terbaru menyiratkan realita yang kontras. Komandan yang dikutip oleh Yedioth Ahronoth menyatakan bahwa Israel kini kekurangan personel tempur, bahkan sampai harus mengerahkan tentara yang mengalami gangguan psikologis.
“Karena tentara kami tidak memiliki komitmen untuk berperang, kami terpaksa merekrut individu yang kondisi mentalnya tidak stabil,” ungkapnya.
“Kami berperang dengan apa yang kami miliki, walaupun kami tahu kondisi psikologis mereka tidak layak tempur," imbuhnya.
Situasi ini memperkuat indikasi bahwa militer Israel tengah menghadapi krisis internal serius, baik dari sisi personel, moral, maupun kepercayaan publik.
Sementara itu, tekanan internasional terhadap agresi Israel di Gaza terus meningkat, menyusul laporan-laporan pelanggaran hak asasi manusia dan tuduhan genosida terhadap warga sipil Palestina. (pot)
Komentar0