SATYABERITA – Pengamat Hukum Tata Negara, Tom Pasaribu SH., M.H. menilai maraknya aksi unjuk rasa dalam beberapa waktu terakhir bukan sekadar fenomena sosial spontan, melainkan buah dari krisis politik dan pemerintahan yang sudah berakar sejak era Presiden Joko Widodo.
Menurutnya, akar masalah terbesar terletak pada kerusakan konstitusi yang semakin nyata dan kejadian ini bisa berlangsung lama serta tidak tertutup kemungkinan kejadian 98 dapat terulang.
“Sejak zaman Jokowi, praktik inkonstitusional itu terus berlanjut, termasuk di DPR. Undang-undang lahir tanpa dasar yang kuat. Itu yang saya bilang, akumulasi masalahnya besar. Tidak bisa selesai sebentar. Situasi ini bisa mengulang 98,” ujar Tom dalam keterangannya, Senin (1/9/2025).
Tom menilai gelombang aksi yang kini muncul masih berupa “riak kecil”. Namun, jika dibiarkan, potensi eskalasi lebih besar sangat terbuka.
“Demo sekarang tidak terarah, tidak teratur. Ada penyusup, ada penggerak di belakang layar. Tapi yang jelas, ini lahir dari kemarahan rakyat yang merasa diabaikan,” katanya.
Ia menekankan bahwa inti persoalan adalah pelanggaran terhadap konstitusi yang tidak dijalankan secara konsisten.
“Rakyat punya kedaulatan, tapi tidak pernah diperhatikan. Dalam ucapan iya, tapi dalam perbuatan tidak. Inilah akar kemarahan publik,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Tom juga mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar berhati-hati memilih orang-orang di lingkaran kekuasaan.
“Kalau Prabowo tidak bertemu orang yang tepat, dia bisa hancur. Banyak operator politik sekarang hanya pencuri ide, bukan pemikir. Mereka tidak punya arah yang jelas,” ucapnya.
Lebih jauh, Tom menyoroti posisi Polri yang kerap menjadi korban di tengah kondisi politik yang semakin liar.
“Institusi Polri sudah lama dirusak sejak era sebelumnya. Sekarang polisi sering jadi korban di lapangan, tapi masalah pokok tidak pernah dituntaskan,” jelasnya.
Menurutnya, situasi yang terjadi saat ini berbeda dengan krisis 1998. “Kalau dulu jelas arah dan tujuannya, menjatuhkan Soeharto. Sekarang ini liar, karena elite politik yang bermain. Yang harus dituntut adalah para elite yang merusak konstitusi,” pungkasnya. (pot)
Komentar0