SatyaBerita –Belum disampaikannya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pelaksanaan APBD DKI Tahun Anggaran (TA) 2023 dalam Sidang Paripurna DPRD DKI Jakarta,
menjadi hambatan bagi pembahasan Perubahan APBD TA 2024 dan tanggapan miring lainnya.
“Saya belum bisa berkomentar banyak kendati untuk pendataan aset masih berantakan. Tapi kita tunggu usai penyampaian LHP BPK yang diagendakan pada 10 juli mendatang,” ucap Mujiyono, Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, saat dimintai tanggapannya soal dugaan BPK main ‘serong’ atas LHP BPK untuk Provinsi DKI Jakarta kepada SatyaBerita, Rabu (03/07/2024).
Seharusnya setiap minggu pertama Bulan Juni BPK menyampaikan LHP lewat sidang paripurna tapi Tampaknya untuk LHP Tahun Anggaran (TA) 2023 tidak disampaikan. Keterlambatan ini menyebabkan Pejabat Gubernur DKI Jakarta belum bisa mengajukan KUA & PPAS tentang Perubahan APBD TA 2024.
Menurut Pengamat Intelijen dan Geo Politik Amir Hamzah, keterlambatan ini memang bisa saja disengaja atau memang karena ada faktor lain.
Pertama, Predikat WTP yang mungkiin diraih karena Pemprov DKI berhasil menata aset yang dimiliki sehingga memunculkan adanya konglomerat/pengusaha yang kena denda hingga Rp700 milyar lebih.
Kedua, pengusaha yang kena denda ini hanya mau membayar kurang dari Rp100 Milyar.
“Nah, agar tidak membayar denda secara penuh, pengusaha ini mendekati BPK agar BPK memberikan Predikat Disclaimer atas pelaksanaan APBD DKI TA 2023,” ujar Amir.
BPK, atas permintaan konglomerat tersebut, melakukan komunikasi dengan pihak DPRD dan Pemprov DKI Jakarta yang ternyata gagal.
“Jadi, BPK jangan main serong,” tegas Amir.
Amir menegaskan, jika BPK memberi Pemprov DKI Predikat Disclaimer atas LHP BPK TA 2023 maka yang menanggung beban atas dugaan atau tudingan korupsi bakal mengarah ke Pemprov dan DPRD DKI. Sementara pihak pengusaha bakal adem ayem karena dipastikan tidak ada rekomendasi BPK untuk segera menagih denda sewa aset tersebut.
“Jika Pemprov DKI menerima Predikat WTP atas LHP BPK TA 2023, dipastikan dalam rekomendasi BPK kepada Pemprov DKI untuk segera menagih pihak pengusaha atas denda sewa aset milik Pemprov DKI Jakarta tersebut,” terang Amir.
Kita ketahui, sejak Gubernur Anies Baswedan hingga PJ Gubernur Heru Budi Hartono, Pemprov DKI Jakarta selalu mendapat Predikat WTP atas pelaksanaan APBD.
“Jika dalam penyampaian LHP BPK TA 2023 yang rencananya dilaksanakan pada 10 Juli, BPK memberikan Predikat WTP berarti BPK tidak bisa dipengaruhi konglomerat tersebut. Namun jika BPK memberikan Predikat Disclaimer atas pelaksanaan APBD TA 2023, maka akan menjadi rahasia umum bahwa BPK telah main mata. Dengan demikian integritas BPK dipertanyakan dan ini menjadi tugas DPRD DKI Jakarta,” pungkas Amir. (oNe)
Komentar0