Rencana Pemerintah ini didasari pada amanat Pasal 189 ayat (4) UU no. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Dan itu disebutkan bahwa dana pensiun tambahan ini untuk memenuhi Replacement Rasio (RR) minimal 40 persen.
Saya nilai rencana pemerintah tersebut tidak tepat, oleh karenanya penting untuk mengkritisinya. UU P2SK adalah UU yang dibentuk dengan Metode Omnibus Law yang paling cepat selesai dari 2 UU Omnibus Law lainnya (UU no.6/2023 dan UU 17/2023). Kami dari SP SB sudah mengajukan keberatan atas UU P2SK tersebut khususnya tentang hal ini namun tidak dipedulikan.
Pasal 96 UU 13 tahun 2022 tentang partisipasi masyarakat pun dengan kasat mata dilanggar DPR dan Pemerintah. Demikian juga pembuatan PP tentang pasal 189 ayat 4 ini pun SP/SB tidak dilibatkan. Seakan Pemerintah saja yang punya kuasa penuh dan mutlak untuk mengatur rakyatnya. Dari sisi formil, UU P2SK dan PP nantinya sudah cacat formil.
Dari sisi substansi pun bermasalah. Di UU P2SK sudah diatur tentang Dana Pensiun yang dikelola DPPK/DPLK yang bersifat sukarela, yang diiur Pemberi kerja dan atau pekerja (sebelumnya diatur di UU 11/92). Namun, pemerintah mengatur lagi yang bersifat wajib yang hanya diiur oleh Pekerja (sementara pemberi kerja tidak mengiur). Ini kan menjadi aneh jadinya, ada UU yang mengatur yang bersifat wajib dan sukarela.
Dari sisi pengelolaan, sudah banyak DPPK DPLK yang mengalami kegagalan mengelola dana pensiun. Dan fakta tersebut seakan tidak dipedulikan pemerintah dengan menjebak pekerja untuk berdemo ria ketika dananya hilang juga oleh DPPK DPLK di masa depan. Tentunya APBN tidak akan menjamin kegagalan investasi ini. Kalau dana di BPJS TK dijamin APBN, jadi aman, sesuai UU BPJS.
Menurut saya perbaiki saja regulasi di program JHT dan JP di BPJS TK untuk bisa memenuhi RR minimal 40 persen seperti :
1. Buka BPU untuk JP sehingga PPU yang terPHK dapat melanjutkan masa iurnya sebagai BPU. Dengan semakin panjang mengiur maka nilai manfaat pasti JP akan semakin besar.
2. Terapkan Pasal 188 UU P2SK tentang AU dan AT serta atur JHT bisa diambil secara berkala.
3. Buka tambahan iuran untuk JHT dan basis upah untuk JP misalnya untuk tunjangan tidak tetap atau komponen non upah dapat sebagai basis iuran JHT, dan basis upah JP sehingga rata-rata upah tertimbang akan semakin besar untuk manfaat JP. Demikian juga bila pekerja mau menambah iurannya di JHT menjadi 2.5 persen atau 3 persen ya terima saja. Atau pemberi kerja dan pekerja sepakat iuran JHT menjadi 6 atau 7 persen yang dituangkan dalam PKB, ya terima saja sebagai iuran JHT. Ini kan artinya sama dengan pekerja menambah iuran dan menambah basis upah yang artinya sadengan maksud pasal 189 ayat 4, yg semuanya dikelola BPJS TK. Tentunya dengan membuka ruang-ruang tersebut maka dana JHT akan semakin besar, dan untuk menambah basis upah maka nilai manfaat pasti JP akan semakin besar karena rata-rata upah tertimbang semakin besar.
4. Persentase Iuran JP dinaikan sesuai amanat PP 45 tahun 2015 yaitu mencapai 8 persen untuk memastikan ketahanan dana JP akan semakin panjang.
5. Revisi rumus manfaat pasti JP di PP 45 tahun 2015 yaitu menaikan 6 konstanta 1 persen menjadi 1.5 persen dan berikutnya 2 persen.
Semoga Pemerintah lebih bijak dengan tidak memaksakan pelaksanaan pasal 189 ayat 4 tersebut. Saya juga berharap DPR mau mengoreksi rencana Pemerintah dengan tidak menyetujui PP yang menerapkan isi Pasal 189 ayat 4 tersebut.(AR)
Tabik
Timboel Siregar
Komentar0