Kebudayaan Masyarakat Arab kala itu bisa dikatakan adalah sebuah kebiasaan yang tidak biasa secara etika kemanusiaan, seperti adanya perbudakan, penjualan manusia, dan perang antara sesamanya adalah hal yang lazim dilakukan, meski diantara mereka banyak yang beragama sebagaimana ajaran nabi nabi terdahulu (Samawiyyah) seperti Nasrani di wilayah Najran dan Yahudi di wilayah Yastrib, dan Sebagian juga ada yang mempertahankan agama monotheis Ibrahim (Hanafiyah) yang mengajarkan kenuranian etika dan moral.
Namun, pada suatu hari lahirlah sang pembaharu yang membuat transformasi pada nilai nilai moral dan etika bangsanya bahkan menyebarkan Ihsan Kemuliaan ke seluruh penjuru Alam Semesta, ialah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib seorang yang mulia berasal dari nasab yang mulia pula, keturunan Abdul Manaf hingga bersambung kepada Isma’il putra Ibrahim. Lahirnya Muhammad sudah menjadi harapan oleh para penganut Agama Samawiyyah sebagai harapan pembaharuan yang mengembalikan nilai moral dan etika pada jiwa jiwa manusia yang tersesat dari jalan Tuhannya.
Pada Malam 12 Rabi’ul Awwal langit terlihat terang, Bintang Bintang pun bersinar memancarkan pesona indahnya, hawa sejuk menyelimuti penduduk kota Mekkah saat itu, padahal terdengar kabar bahwa Kota itu akan diserang oleh pasukan Gajah dari Habasyah yang dipimpin oleh Raja yang Zhalim bernama Abrahah, tapi penduduk Mekkah saat itu hanya merasakan kesyahduan dan ketenangan, hingga muncul peristiwa yang mencengangkan, di saat Abdul Muthallib seorang pemuka Quraisy yang juga adalah kakek dari Muhammad tengah menjaga Ka’bah melihat langit bergemuruh, Bintang Bintang membuat lingkaran, dan keluarlah Cahaya dari lingkaran tersebut lalu jatuh kedalam rumah Abdul Muthallib yang mana di dalam rumah tersebut seorang wanita bernama Aminah sedang mengalami persalinan untuk melahirkan cucu Abdul Muthallib, Cahaya itu menyinari bayi yang keluar dari rahim Aminah, sontak membuat orang bertanya tanya atas kemuliaan bayi tersebut.
Fenomena kelahirannya, adalah sebuah fenomena indah yang di alami oleh Masyarakat Mekkah, dalam Kitab Simthuddror karangan Al Habib Ali bin Muhammad bin Husein Al Habsyi, digambarkan “Bahwa Alam bersuka ria atas kelahiran Al Musthofa Ahmad” sebagaimana ketenangan menyelimuti Masyarakat Mekkah kala itu, suara tangisan Muhammad menjadi riuh kegembiraan untuk Alam Semesta.
Muhammad kecil, tumbuh sebagaimana anak anak pada dasarnya, bermain dan berinteraksi kepada sesamanya adalah hal yang lumrah pada umumnya, namun, layaknya seorang yang terpilih, Muhammad menunjukan Kemuliaan Akhlak dan Keluhuran Nurani, terlihat seringkali ia membantu orang orang yang lemah dan membela orang orang yang tertindas, sehingga Muhammad seringkali mendapat intimidasi dari kalangan Quraisy Zhalim termasuk pamannya sendiri Abu Lahab dan Abu Jahal.
Hingga pada suatu hari, ketika beranjak dewasa Muhammad merasakan gelisah yang membuat keresahan dalam hatinya, melihat banyaknya ketidakadilan merajalela di sekitarnya, penindasan yang kerap kali terlihat di depan matanya, membuat Muhammad merenung dan bertanya tanya “dimanakah keadilan yang Tuhan janjikan ?”, mimpi akan pembaharuan dan perubahan terus saja menggerayang dalam hening dan tidurnya, sampai pada waktu ia melaksanakan meditasi diri (Tahannuts), dengan pergi ke sebuah Goa di atas pegunungan Jabal Nur yang dinamakan Goa Hira.
Dalam meditasi tersebut, kerap kali ia mendapatkan panggilan yang aneh “Assalamualaika ya Rasulallah”, ia tak pernah tahu darimana suara itu berasal, lalu terdengar perintah kepada Muhammad untuk membaca, namun, Muhammad adalah seorang “Ummiyy” yang tak dapat membaca, tetapi suara itu memaksa Muhammad untuk membaca, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah dan Tuhanmulah yang maha pemurah, Yang mengajar manusia dengan Qalam, Mengajarkan manusia kepada apa yang tidak diketahuinya”,
Ini adalah wahyu pertama dan legitimasi Tuhan mengangkat Muhammad sebagai Nabi Akhir Zaman yang menjadi pembaharu untuk Umat Manusia. Sebagaimana Sunnatullah seorang pembaharu, Muhammad SAW seringkali mendapatkan dinamika dan konflik, banyak sekali penentangan terhadap ajarannya, pembungkaman bahkan upaya pembunuhan untuk mencegah syiar dan dakwahnya, namun Muhammad bukanlah seorang penakut, ia adalah seorang zuhud nan pemberani, ia sabar dalam menyebarkan dakwah, hingga Islam sampai saat ini menjadi nilai keselamatan bagi seluruh alam raya dan umat manusia.
oleh : Adjie Putra Wijaya
Mahasiswa Universitas Paramadina
Komentar0