SATYABERITA - Perilaku intoleransi yang masih muncul dalam masyarakat Indonesia, meskipun negara ini dikenal dengan keragamannya, merupakan tantangan besar yang perlu terus diatasi.
Meskipun berbagai langkah telah dilakukan, seperti mengintegrasikan materi toleransi dalam kurikulum pendidikan dan mengadakan dialog antaragama, kekerasan berbasis intoleransi dan pengabaian hak kelompok tertentu masih sering terjadi.
Toleransi seperti pondasi dalam sebuah rumah merupakan nilai yang harus dibangun sejak dini. Nilai ini mengajarkan kita untuk menghargai perbedaan, apakah itu dalam hal agama, pandangan politik, atau gaya hidup.
Tanpa pondasi toleransi yang kuat, hubungan antar individu dan kelompok dalam masyarakat bisa terancam retak, seperti dinding yang rapuh yang bisa pecah hanya dengan sedikit tekanan.
Menurut Dr. Dhita Hapsarani, Ketua Tim Pengabdi Universitas Indonesia (UI), toleransi sering kali dianggap kurang penting dibandingkan nilai-nilai lain seperti kejujuran atau kasih sayang.
Hal ini terlihat dari hasil survei dalam pelatihan yang dilakukan kepada ibu-ibu di Pesantren Nanggerang, Kabupaten Bogor. Ketika diminta mengurutkan tujuh nilai kehidupan, toleransi justru berada di urutan terakhir.
Ini menunjukkan bahwa banyak yang masih belum menyadari betapa pentingnya mengajarkan toleransi sejak usia dini.
Mengingat peran besar orang tua, khususnya ibu, dalam menanamkan nilai pada anak, Tim Pengabdi UI berinisiatif mengadakan pelatihan bagi 20 ibu di Pesantren Nanggerang.
Dalam pelatihan yang berlangsung sejak Agustus hingga November 2024 ini, ibu-ibu diajarkan teknik pengasuhan yang efektif untuk menanamkan nilai-nilai kehidupan yang baik melalui cerita.
Cerita, yang bagaikan benang yang mengikat generasi, menjadi alat yang sangat efektif untuk memperkenalkan nilai-nilai seperti toleransi, empati, dan tanggung jawab.
Selain itu, bercerita juga memperkuat ikatan emosional antara orang tua dan anak, seperti tanaman yang tumbuh subur dengan sentuhan kasih sayang.
Namun, tidak semua ibu terbiasa bercerita. Beberapa di antaranya mengaku tidak pernah mendengar dongeng saat kecil, dan kini lebih sering menonton sinetron daripada membaca cerita.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat cerita adalah jembatan untuk menyampaikan nilai-nilai yang mendalam dan penting.
Pelatihan ini merupakan langkah konkret dalam membentuk generasi yang lebih toleran dan menghargai keberagaman.
Dengan menanamkan nilai toleransi sejak kecil, kita berharap dapat memperkuat fondasi masyarakat Indonesia yang lebih inklusif, damai, dan harmonis.
Pelatihan ini dilakukan oleh Tim Pengabdi UI yang terdiri dari para ahli dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya dan Fakultas Psikologi UI, bekerja sama dengan Pesantren Nanggerang yang dikelola oleh Yayasan Bhakti Budi Nanggerang.
Tim ini dipimpin oleh Dr. Dhita Hapsarani, dan turut berpartisipasi dosen serta mahasiswa dari UI yang memiliki dedikasi tinggi dalam membangun masyarakat yang lebih toleran.
Komentar0