TpOlTfrpTSY5BUO8BSd8Tfr0Gi==

Selain Pakai Vendor Bodong, Ini Modus Lain Digunakan Dinas Kebudayaan DKI untuk Korupsi

SATYABERITA – Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Patris Yusrian Jaya, membeberkan modus korupsi yang dilakukan oleh tiga tersangka dalam kasus penyimpangan anggaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2023 pada Dinas Kebudayaan (Disbud) DKI Jakarta. 

Modus yang digunakan melibatkan kerja sama dengan event organizer (EO) yang tidak terdaftar, serta pengelolaan kegiatan fiktif untuk menggelapkan dana.

Menurut Patris, Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, Iwan Henry Wardhana (IHW), bersama Pelaksana Tugas (plt) Kepala Bidang Pemanfaatan Budaya, M. Fairza Maulana (MFM), bekerja sama dengan Gatot Arif Rahmadi (GAR), pemilik EO yang tidak terdaftar, untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang didanai oleh APBD. 

EO milik GAR kemudian membentuk sejumlah perusahaan yang berfungsi sebagai vendor penyedia barang. Selanjutnya, Disbud DKI Jakarta membuat beberapa kegiatan dengan menggandeng EO tersebut, yang sebagian besar diantaranya ternyata adalah kegiatan fiktif.

Patris menjelaskan, beberapa kegiatan yang direncanakan sempat dilaksanakan, namun banyak yang tidak terealisasi sama sekali. "Ada beberapa variasi kegiatan, ada yang sebagian dilaksanakan dan sebagian lagi difiktifkan," jelas Patris. 

Salah satu contoh adalah Pagelaran Seni Budaya yang menggunakan anggaran Rp 15 miliar, namun kegiatan tersebut ternyata tidak dilaksanakan sepenuhnya. 

Untuk mengakali laporan pertanggungjawaban (LPJ), para tersangka memalsukan dokumentasi, seperti foto penari yang seolah-olah sedang berada di panggung, padahal foto tersebut diambil setelah diberi kostum penari dan tidak ada acara yang sebenarnya.

Patris mengatakan, dalam pengelolaan laporan pertanggungjawaban (LPJ), dokumen-dokumen palsu, termasuk stempel, juga dipalsukan untuk menyamarkan kegiatan yang tidak benar-benar dilaksanakan. "Modusnya ada yang sepenuhnya fiktif, ada yang sebagian difiktifkan," lanjutnya.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI  telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini: Iwan Henry Wardhana (IHW), M. Fairza Maulana (MFM), dan Gatot Arif Rahmadi (GAR). 

Mereka diduga menyalahgunakan anggaran kegiatan pada Dinas Kebudayaan dengan cara menggunakan sanggar fiktif untuk pembuatan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) demi pencairan dana. 

Dana yang sudah dicairkan kemudian ditarik kembali oleh GAR ke rekening pribadinya, yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi IHW dan MFM.

Terkait tindakan ini, ketiga tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Saat ini, GAR telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Cipinang selama 20 hari ke depan. Sementara itu, IHW dan MFM belum hadir dalam pemeriksaan dan akan segera dipanggil kembali oleh penyidik.

Penyidik menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh ketiga tersangka bertentangan dengan berbagai aturan yang ada, termasuk UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta berbagai peraturan terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah.

Komentar0

Type above and press Enter to search.