SATYABERITA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memproses hukum secara pidana terhadap Unit Pengelolaan Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta.
Tindakan ini diambil atas dugaan ketidakpatuhan UPST dalam menjalankan sanksi administratif terkait pengelolaan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang.
“Setiap penanggung jawab kegiatan wajib mematuhi ketentuan lingkungan hidup. Ini bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi bagian dari komitmen terhadap keberlanjutan ekosistem,” ujar Deputi Penegakan Hukum KLHK, Rizal Irawan, dalam keterangan tertulisnya, Senin (26/5/2025).
Menurut Rizal, KLHK telah melakukan pengawasan lapangan pada 29 Oktober hingga 2 November 2024 dan menemukan adanya ketidaksesuaian dalam pelaksanaan kewajiban pengelolaan lingkungan oleh pihak pengelola TPST Bantargebang.
Berdasarkan temuan tersebut, Menteri LHK mengeluarkan Keputusan Nomor: 13646 Tahun 2024 tertanggal 31 Desember 2024, yang menetapkan sanksi administratif berupa paksaan pemerintah.
Namun, dalam kunjungan pengawasan lanjutan pada 10–12 April dan 7–9 Mei 2025, tim KLHK menilai UPST tidak melaksanakan kewajiban sesuai ketentuan dalam keputusan menteri tersebut.
KLHK juga telah mengirimkan surat peringatan tertanggal 22 April 2025, namun tak membuahkan hasil.
Atas dasar itu, KLHK memulai proses penegakan hukum pidana dengan memeriksa lima orang pada 23 Mei 2025, terdiri dari satu pelapor dari Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH).
Sedangkan empat orang lainnya adalah pejabat dari Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, termasuk Kepala UPST, Kepala Bidang Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, serta Kepala Satuan Pelaksana Pengolahan Sampah UPST. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta dikabarkan tidak hadir dalam pemeriksaan tersebut.
Rizal menyebut, UPST DKI Jakarta diduga melanggar Pasal 114 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pasal tersebut mengatur bahwa setiap pihak yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat dipidana dengan hukuman penjara hingga satu tahun dan/atau denda maksimal Rp1 miliar.
“Kami akan menerapkan pendekatan multidoor enforcement melalui sanksi administratif, pidana, maupun perdata terhadap setiap pelanggaran atas peraturan lingkungan hidup,” tegas Rizal.
Dalam waktu dekat, penyidik dari KLHK akan memanggil pihak-pihak lain yang berkaitan, termasuk ahli hukum pidana untuk memperkuat pembuktian.
Rizal menegaskan, langkah ini diambil untuk menjamin pengelolaan sampah yang berkelanjutan serta menegakkan integritas hukum lingkungan di Indonesia. (pot)
Komentar0