SATYABERITA — Rencana penerapan larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak dalam Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI Jakarta menuai kritik dari sejumlah pihak.
Salah satunya datang dari Aktivis Cinta Kebenaran, Taufik Tope Rendusara yang menyebut kebijakan tersebut akan sangat sulit diterapkan di lapangan dan berpotensi memberikan dampak negatif langsung terhadap para pelaku usaha, khususnya pedagang kecil dan toko ritel.
Ia menyoroti bahwa penjualan rokok dan produk tembakau saat ini menyumbang lebih dari 70 persen terhadap pendapatan toko.
“Larangan ini tentu akan sangat berdampak pada pendapatan pelaku usaha ritel, baik toko modern maupun pedagang kecil. Kebijakan ini bisa menurunkan omzet secara signifikan, bahkan mematikan usaha yang sudah berjalan,” ungkap Taufik dalam keterangan tertulis, Rabu (28/5/2025).
Menurutnya saat ini, kondisi daya beli masyarakat yang melemah dan terbatasnya lapangan pekerjaan, kebijakan tersebut justru akan menambah tekanan ekonomi.
Taufik meminta agar pemerintah daerah lebih bijak dalam menyusun regulasi yang menyentuh aspek ekonomi rakyat kecil.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa ketentuan mengenai pembatasan penjualan rokok sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang menetapkan batasan usia dalam pembelian produk tembakau. Oleh karena itu, menurutnya, tidak perlu lagi ada aturan tambahan dalam Ranperda KTR DKI.
“Saya meminta agar pasal ini dikaji ulang dan tidak perlu diatur dalam Ranperda KTR DKI Jakarta karena pembatasan usia sudah diatur jelas dalam PP 28/2024 dan tidak ada mandat untuk mengaturnya lebih lanjut dalam raperda,” pungkasnya.
Untuk diketahui, polemik ini menjadi perhatian publik seiring pembahasan Ranperda KTR DKI Jakarta yang kini tengah berlangsung di DPRD.
Banyak pihak berharap regulasi yang dihasilkan tetap mempertimbangkan aspek kesehatan masyarakat tanpa mengabaikan keberlangsungan usaha kecil dan menengah. (pot)
Komentar0