SATYABERITA – Anggota Panitia Khusus (Pansus) Parkir DPRD DKI Jakarta, Nur Afni Sajim, mengkritik keras kinerja pengelolaan parkir di Ibu Kota yang dinilai belum optimal dan jauh tertinggal dari daerah lain seperti Surabaya.
Menurut Nur Afni, meskipun pendapatan parkir DKI Jakarta dan Surabaya sama-sama mencapai Rp54 miliar per tahun, namun capaian tersebut dinilai janggal mengingat luas wilayah dan volume kendaraan di Jakarta jauh lebih besar.
"Bicara parkir, kita kalah dari Surabaya. Mereka bisa Rp54 miliar, kita juga Rp54 miliar. Tapi Jakarta lebih luas, mestinya pendapatan lebih tinggi dong," ujar Nur Afni, kepada awak media di gedung DPRD DKI, Rabu (11/6/2025).
Ia juga menyoroti ketertutupan data dari pihak Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir, khususnya terkait pengelolaan parkir gedung-gedung perkantoran, hotel, restoran, hingga yang dikelola oleh ormas.
"UPT Parkir harus terbuka dong. Mana saja yang parkirnya sudah diserahkan ke Pemda, mana yang belum. Apakah ada gedung yang kelola parkirnya sendiri? Ini harus jelas," tegasnya.
Nur Afni menekankan pentingnya digitalisasi sistem parkir untuk menutup celah kebocoran pendapatan. Ia menyebut, praktik penggunaan sistem manual seperti karcis sobek atau pencatatan buku masih marak terjadi di lapangan.
"Sudah tidak boleh lagi ada sistem manual. Harus digital semua, pakai QRIS atau e-money. Kalau masih manual, potensi bocornya tinggi," ujarnya.
Sebagai contoh kata Afni, Jalan Sabang sebagai proyek percontohan digitalisasi parkir yang seharusnya bisa dikembangkan, namun kini alat-alat tersebut justru tidak digunakan secara optimal.
"Sepuluh tahun lalu alat sudah dibeli untuk Jalan Sabang, tapi sekarang kembali lagi ke jukir manual. Padahal teknologi sudah ada. Sekarang tinggal tap pakai QRIS, gampang," katanya.
Lebih lanjut, Nur Afni menyoroti praktik parkir liar di sekitar pusat perbelanjaan besar seperti Grand Indonesia. Menurutnya, pengelola parkir harus diwajibkan menyediakan area parkir sepeda motor di dalam gedung, bukan malah mendorong pengguna ke jalanan umum.
"Grand Indonesia hanya sediakan parkir roda empat. Motor malah diarahkan ke pinggir jalan. Harusnya UPT Parkir bisa melobi, atau atur izinnya. Minimal sediakan 20% untuk motor," ujar dia.
Menurut anggota Fraksi Demokrat ini, digitalisasi harus dilakukan menyeluruh, termasuk untuk parkir di luar gedung seperti di depan restoran dan warung makan.
"Parkir di warung, restoran, di pinggir jalan seperti di Gajah Mada, itu tingkat kebocorannya paling tinggi. Semua harus digital juga. Bisa pakai QRIS, e-money, atau mesin EDC," tegasnya.
Untuk mendorong percepatan digitalisasi, Nur Afni mengatakan Pansus akan melibatkan pihak swasta dan akademisi untuk melakukan kajian potensi peningkatan pendapatan parkir jika seluruh sistem dikelola secara transparan dan modern.
"Kita mau undang swasta, akademisi. Kita ingin tahu, kalau semuanya digital dan diserahkan ke Pemda, berapa besar peningkatan pendapatannya?" pungkasnya. (pot)
Komentar0