TpOlTfrpTSY5BUO8BSd8Tfr0Gi==

Menyusuri Jejak Sejarah Pulau Onrust di Kepulauan Seribu Jakarta

Ridwan Saide, pemandu wisata di Pulau Onrust menunjukkan sisa-sisa bangunan asrama haji berasal dari Nusantara yang kembali dari Tanah Suci. 

SATYABERITA - Pulau Onrust, salah satu dari gugusan Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, menyimpan perjalanan panjang sejarah yang nyaris terlupakan. 

Pulau seluas 8,22 hektare ini dahulu menjadi saksi bisu masa kejayaan maritim Nusantara, bahkan sempat disebut sebagai galangan kapal terbaik dunia oleh penjelajah asal Inggris, James Cock.

“Pulau ini dulunya adalah pusat aktivitas vital di masa kolonial. Tidak hanya untuk perdagangan rempah-rempah, tetapi juga pusat perbaikan kapal dan pertahanan militer,” ungkap Ridwan Saide, pemandu wisata di Pulau Onrust.

Ridwan mengatakan, letaknya yang strategis di Teluk Jakarta menjadikan Onrust sebagai lokasi favorit para bangsawan Kerajaan Banten sejak abad ke-16. 
Nama "Onrust" sendiri kata Ridwan, memiliki dua versi asal-usul: satu berarti "tidak pernah istirahat" dalam bahasa Belanda, dan versi lainnya menyebutkan bahwa nama itu berasal dari Baas Onrust Cornelis van der Walck, penghuni awal pulau tersebut.

"Pada awal abad ke-17, pulau ini berubah menjadi gudang logistik dan galangan kapal yang dilengkapi peralatan canggih dengan tenaga kincir angin," jelas Ridwan. 

"Keberadaan teknologi maritim inilah yang membuat James Cock menyebut Onrust sebagai lokasi galangan kapal terbaik di eranya," imbuhnya.
Ia mengatakan, tahun 1619 menjadi titik balik sejarah Onrust, ketika VOC menjadikannya sebagai pangkalan militer utama. Benteng dibangun mengelilingi pulau, menjadikannya basis pertahanan laut Belanda di wilayah Nusantara.

"Pada masa-masa berikutnya, Onrust juga difungsikan sebagai pusat karantina, terutama saat wabah leptospirosis menyerang Batavia dan ketika para jemaah haji dari Nusantara kembali dari Tanah Suci," jelasnya. 

Kini, Onrust sudah tak lagi berpenghuni. Suasana sunyi ditemani debur ombak dan suara burung di pohon-pohon bakau menjadikan pulau ini terasa sakral dan penuh misteri sejarah.

Pengunjung yang ingin masuk ke kawasan cagar budaya ini dikenai biaya retribusi sebesar Rp10.000 pada hari biasa dan Rp15.000 saat hari libur. 
Sebelumnya, melalui Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2209 Tahun 2015 menetapkan Pulau Onrust, bersama Pulau Cipir, Kelor, dan Bidadari, sebagai kawasan cagar budaya karena nilai historisnya yang tinggi.

Sayangnya, minimnya dokumentasi dan pelestarian membuat sejarah Onrust nyaris terlupakan. Hanya tersisa beberapa makam, seperti milik Cornelis Vogel (penguasa terakhir Onrust) dan Kartosuwiryo (tokoh pemberontakan), serta reruntuhan bangunan, meriam tua, dan potongan kayu jati besar.

Untuk itu, pemerintah kini mulai menggagas kembali kegiatan ekskavasi arkeologi di Onrust guna menggali jejak sejarah yang tertimbun waktu. 

Ridwan berharap, upaya ini tidak hanya mengungkap kembali potongan masa lalu, tetapi juga mengangkat kembali nilai sejarah Onrust sebagai bagian penting dari narasi besar perjalanan bangsa. (pot) 

Komentar0

Type above and press Enter to search.