SATYABERITA — Sekretaris Komisi A DPRD Provinsi Jakarta, Mujiyono, melontarkan kritik keras terhadap belum meratanya pemasangan hidran di wilayah permukiman padat Ibu Kota.
Menurutnya, hal ini menjadi salah satu hambatan utama dalam penanganan kebakaran yang sering terjadi di kawasan tersebut.
Pernyataan ini disampaikan Mujiyono usai mengikuti rapat kerja pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD (Ranperda P2APBD) Tahun 2024 bersama Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat), Rabu (18/6/2025), di Gedung DPRD Provinsi Jakarta.
“Gak semua titik yang berpotensi kebakaran punya hidran. Ini harus jadi prioritas,” tegas Mujiyono.
Ia mengungkapkan bahwa dalam sejumlah kejadian kebakaran, petugas Gulkarmat kerap menghadapi kesulitan untuk menjangkau titik api. Hal ini disebabkan oleh akses jalan yang sempit dan tidak adanya hidran di lokasi.
“Mobil pemadam yang kapasitas airnya 4.000 liter gak bisa masuk ke gang sempit. Harus ada peralatan yang bisa menjangkau rumah-rumah di dalam,” jelasnya.
Selain infrastruktur, Mujiyono juga menyoroti waktu tanggap (response time) sebagai indikator penting dalam efektivitas penanganan kebakaran.
Ia menilai kecepatan respon sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari sumber daya manusia, sarana dan prasarana, hingga partisipasi masyarakat.
“Respons time itu harus ditingkatkan. Banyak faktornya: SDM, sarana prasarana, sampai kesadaran masyarakat,” tambah politikus dari Partai Demokrat itu.
Mujiyono juga mengimbau masyarakat, khususnya yang tinggal di kawasan padat penduduk, untuk lebih peduli terhadap potensi kebakaran di lingkungan mereka. Ia menyoroti buruknya instalasi listrik sebagai penyebab utama yang kerap diabaikan.
“Instalasi yang gak standar, kabel kusut, sambungan tak aman — itu semua bom waktu. Jangan tunggu terbakar baru sadar,” ujarnya mengingatkan.
Sebagai langkah konkret, Mujiyono mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta dan Dinas Gulkarmat untuk melakukan pemetaan ulang wilayah rawan kebakaran, serta mempercepat perbaikan infrastruktur penanggulangan bencana.
“Sebab, api tak kenal waktu, dan penanganan lambat bisa berarti kehilangan nyawa dan harta benda,” tutupnya. (pot)
Komentar0