SATYABERITA – Sekretaris Komisi A DPRD DKI Jakarta, Mujiyono, menanggapi capaian pendapatan per kapita Jakarta yang tercatat sebagai yang tertinggi di Indonesia.
Meski mengapresiasi pencapaian tersebut, ia mengingatkan pentingnya kebijakan yang lebih berkeadilan untuk menekan ketimpangan sosial.
Berdasarkan data terbaru, pendapatan per kapita Jakarta sepanjang tahun 2024 mencapai Rp344,35 juta dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,74 persen.
Namun, menurut Mujiyono, capaian makro ekonomi ini belum sepenuhnya mencerminkan kesejahteraan masyarakat secara merata.
“Kenaikan pendapatan belum berarti bila kesenjangan tetap tinggi. Kami mendorong Pemerintah Provinsi agar tidak hanya mengejar pertumbuhan, tapi juga memastikan pemerataan,” ujar Mujiyono kepada wartawan, Senin (16/6/2025).
Ia menyoroti angka Gini Ratio Jakarta yang stagnan di level 0,43, lebih buruk dibandingkan rerata nasional sebesar 0,39.
Hal ini, kata Mujiyono, menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi belum sepenuhnya inklusif.
Sebagai bentuk solusi, Mujiyono menyarankan penerapan kebijakan yang lebih berpihak pada kelompok rentan.
Beberapa langkah konkret yang diajukan antara lain pajak progresif untuk rumah mewah, tax holiday bagi UMKM, serta penyediaan hunian terjangkau dengan skema sewa-beli.
Lebih lanjut, Ketua DPD Partai Demokrat Jakarta ini juga mengingatkan bahwa pertumbuhan ekonomi Jakarta yang masih bertumpu pada sektor jasa sebesar 70 persen dari PDRB memiliki risiko tinggi terhadap ketidakstabilan global.
“Jakarta perlu segera mendiversifikasi sektor ekonominya, seperti penguatan industri kreatif, manufaktur berbasis inovasi, hingga agroindustri perkotaan,” tegas Mujiyono.
Mujiyono juga menyoroti tingkat pengangguran yang turun ke 6,21 persen, meski belum kembali ke level pra-pandemi yang berada di angka 5,2 persen. Ia mendorong Pemprov DKI untuk lebih serius dalam menyerap tenaga kerja melalui berbagai program.
“Job fair harus berbasis outcome, bukan sekadar seremonial. Perlu juga program seperti Magang Berjamin Kerja, pelatihan bersertifikasi, dan insentif bagi perusahaan pencipta lapangan kerja,” ucapnya.
Dalam indikator pembangunan manusia, Jakarta mencatat IPM sebesar 84,15, tertinggi dalam lima tahun terakhir. Namun, laju pertumbuhannya melambat menjadi 0,20 persen dari 0,35 persen di tahun sebelumnya.
“Perlu intervensi agresif untuk kelompok rentan, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan, agar pertumbuhan IPM tetap optimal,” jelasnya.
Di sisi lain, meski tingkat kemiskinan Jakarta menurun ke angka 4,14 persen, Mujiyono menyoroti kenaikan garis kemiskinan sebesar 24,35 persen sejak 2020, yang disebabkan oleh lonjakan inflasi bahan pangan.
Untuk mengatasi hal ini, ia mendesak Pemprov DKI memperluas cakupan operasi pasar untuk lima komoditas utama, yakni beras, minyak goreng, telur, gula, dan daging ayam. Ia juga menekankan pentingnya subsidi pangan bagi masyarakat miskin.
“Kami ingin Pemprov benar-benar hadir dalam menjaga stabilitas harga bahan pokok,” pungkasnya. (pot)
Komentar0