SATYABERITA — Aktivis Cinta Kebenaran, Taufik Tope Rendusara, menekankan pentingnya redefinisi ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta.
Menurutnya, ruang hijau tidak semestinya hanya dimaknai sebagai taman kota yang luas semata, melainkan sebagai ruang sosial dan intelektual yang inklusif.
"Ruang hijau adalah ruang intelektualitas, tempat masyarakat dari segala strata sosial bersosialisasi. Karena itu, ruang hijau perlu dibuka sebanyak-banyaknya dan bahkan wajib tersedia selama 24 jam," ujar Taufik kepada media, Selasa (3/6/2026).
Pernyataan ini menanggapi komitmen Gubernur Jakarta Pramono Anung yang menyatakan niatnya untuk menggandakan luas ruang terbuka hijau di Ibu Kota selama masa kepemimpinannya.
Saat ini, luas RTH di Jakarta baru mencapai 5,36 persen dari total wilayah, jauh di bawah ketentuan minimal 30 persen sebagaimana diatur dalam UU Penataan Ruang.
“Kami berharap bahwa dalam kepemimpinan kami selama 5 tahun, mudah-mudahan ruang terbuka hijaunya bisa di atas 10 persen,” kata Pramono dalam rapat bersama Komisi II DPR RI, Rabu (30/4) lalu.
Ia juga menyebut bahwa Pemprov Jakarta memiliki kapasitas fiskal yang cukup, dengan belanja infrastruktur sebesar Rp 36 triliun dan anggaran belanja modal mencapai Rp 14,2 triliun.
Namun demikian menurut Taufik, perluasan ruang hijau tidak cukup hanya dengan pendekatan anggaran akan tetapi harus melibatkan semua pihak.
"Pengelolaan ruang hijau harus dilakukan secara partisipatif dan menyeluruh. Ini bukan hanya soal estetika kota, tapi juga soal membangun kembali kemanusiaan di tengah masyarakat perkotaan yang semakin individualis," tegasnya.
Lebih lanjut politisi muda Partai Demokrat ini juga menyoroti pentingnya peran lembaga adat dalam proses tersebut khususnya Lembaga Adat Betawi.
Taufik mendorong agar pemanfaatan ruang hijau juga menjadi bagian integral dalam penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kebudayaan Betawi.
"Kebudayaan itu bukan untuk dilestarikan. Melestarikan adalah kalimat yang naif. Kebudayaan selalu hidup, tumbuh, dan hadir mendampingi kehidupan manusia yang merdeka 100 persen," tandasnya.
Ia menambahkan, ruang hijau bisa menjadi wadah hadirnya Kebudayaan Betawi yang mensejahterakan, serta menjadi tempat kolaboratif antara pemerintah, masyarakat adat, dan pegiat kebudayaan yang selama ini memperjuangkan Keputusan Presiden (Keppres) terkait Dana Abadi Kebudayaan.
"Jadi dengan pendekatan menyeluruh ini, ruang hijau Jakarta diharapkan tidak hanya menjadi paru-paru kota, melainkan juga jantung kebudayaan dan ruang pertemuan sosial yang sehat dan merdeka," pungkasnya. (pot)
Komentar0