Aktivis Jakarta, Taufik Rendusara, menilai langkah penunjukan Sekda tanpa pansel berpotensi merusak komitmen gubernur terhadap prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. “Ini bisa menjadi preseden buruk jika benar terjadi,” kata Taufik di Jakarta, Kamis (4/9/2025).
Menurut Taufik, Sekda memegang peran vital sebagai dirigen birokrasi yang mengoordinasikan seluruh satuan kerja perangkat daerah. Karena itu, pemilihan Sekda tidak bisa dilakukan secara tertutup. “Pansel bukan sekadar prosedur administratif, tapi keharusan agar calon Sekda diuji rekam jejaknya melalui seleksi terbuka,” ujarnya.
Ia menekankan, mekanisme seleksi terbuka juga memungkinkan warga mengetahui kompetensi setiap kandidat. Dengan begitu, publik bisa menilai siapa yang layak memimpin birokrasi Jakarta dan memastikan proses berjalan transparan.
Selain soal mekanisme, Taufik mengingatkan kembali janji politik Pramono saat kampanye maupun usai dilantik sebagai gubernur. Saat itu, Pramono menegaskan tidak akan membawa aparatur sipil negara (ASN) dari luar daerah untuk mengisi jabatan strategis di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Janji itu penting untuk ditepati. Warga berharap Sekda yang terpilih benar-benar berasal dari lingkungan Pemprov, punya kapasitas memimpin, dan mampu menjadi jembatan komunikasi dengan DPRD,” tutur Taufik.
Ia menambahkan, posisi Sekda bukan hanya soal administrasi, melainkan juga soal legitimasi di mata masyarakat dan kemampuan menjaga ritme kerja birokrasi. Karena itu, proses seleksi yang transparan dinilai krusial agar hasilnya tidak menimbulkan polemik.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta belum memberikan penjelasan resmi terkait isu tersebut. Namun, diskusi mengenai pansel dan janji politik gubernur masih terus mengemuka di tengah masyarakat. (AR)
Komentar0