TpOlTfrpTSY5BUO8BSd8Tfr0Gi==

Satu Dekade Perjuangan Relawan Kesehatan Menutup NAMRU-2

    Jejak Intelijen di Balik Laboratorium

SATYABERITA - Sejak awal berdirinya di Jakarta pada 1970-an, Naval Medical Research Unit-2 (NAMRU-2) menjadi misteri. Di atas kertas, laboratorium milik Angkatan Laut Amerika Serikat ini ditugasi meneliti penyakit menular. Tapi bagi sebagian orang, status hukumnya kabur, bahkan cenderung ilegal. Nota kesepahaman dengan pemerintah Indonesia hanya bersifat sementara, namun operasinya berlangsung puluhan tahun.

Isu itu makin bising ketika sejumlah pakar kesehatan mulai bersuara. Menteri Kesehatan kala itu, Siti Fadilah Supari, menyebut NAMRU-2 sebagai ancaman kedaulatan. Ia menduga laboratorium itu lebih sibuk mengumpulkan data strategis ketimbang riset medis murni.

Di tengah kegaduhan itu, nama Agung Nugroho muncul. Sebagai Ketua Relawan Kesehatan sejabodetabek, ia salah satu yang paling keras menolak keberadaan NAMRU-2.

Sejak 2007, Agung aktif menyuarakan penutupan NAMRU-2. “Indonesia tidak boleh dijadikan kelinci percobaan,” ujarnya, dikutip TempoDailyNews.

Tak sekadar bicara, ia turun ke jalan. Di depan gedung DPR RI, ia berdiri di atas mobil komando, menyerukan agar pemerintah tidak tunduk pada kepentingan asing. Spanduk bertuliskan “Indonesia Bukan Laboratorium Amerika” terbentang, menarik perhatian media.

Gerakan yang digalang Relawan Kesehatan Sejabodetabek tak berhenti di jalanan. Agung menginisiasi diskusi publik soal kedaulatan kesehatan. Isinya: menguliti hubungan Jakarta–Washington dalam riset penyakit menular.

Aksi itu meluas. Saat wabah flu babi merebak pada 2009, isu NAMRU-2 kembali panas. “Gerakan menolak Namru-2 muncul lagi,” tulis Detik News (27 April 2009). Nama Agung dan Relawan Kesehatan sejabodetabek tercatat sebagai motor penolakan.

Tekanan dari publik kian kuat. Menteri Siti Fadilah Supari menolak memperpanjang nota kesepahaman dengan AS. Dalam berbagai forum, Agung mempertegas sikapnya:
“Sejak awal NAMRU-2 lebih banyak berfungsi sebagai operasi intelijen daripada laboratorium kesehatan,” ujarnya, dikutip The Global Review.

Akhirnya, pada Oktober 2009, pemerintah memutuskan menutup NAMRU-2. Bagi Agung, keputusan itu adalah kemenangan rakyat. “Penutupan Namru-2 adalah kemenangan kedaulatan kesehatan kita,” katanya.

Meski ditutup, isu NAMRU-2 tidak pernah benar-benar mati. Tahun 2018, wacana membuka kembali laboratorium serupa muncul. Agung kembali tampil di seminar Global Future Institute (GFI) bertajuk “Strategi Mencegah Dibukanya Kembali Namru-2.”

“NAMRU-2 bukan sekadar laboratorium. Itu instrumen intelijen asing berkedok kesehatan,” ujarnya dalam forum tersebut. Pernyataan itu diliput Nusantaranews dan Duta Nusantara Merdeka.

Kini, lebih dari satu dekade setelah penutupan NAMRU-2, nama Agung Nugroho masih melekat dalam setiap perbincangan soal laboratorium asing di Indonesia. Suaranya yang keras di jalanan, ruang diskusi, hingga meja seminar menjadi catatan penting.

“Penutupan NAMRU-2 bukan akhir,” katanya. “Itu pengingat bahwa bangsa ini harus berdiri di atas kakinya sendiri.” (AR)

Komentar0

Type above and press Enter to search.