SATYABERITA – Dentuman kendang berpadu teriakan kompak para pendekar silat memecah riuh Jalan Malioboro, Yogyakarta. Dari kejauhan, barisan pesilat berseragam pangsi hitam dengan kopiah hitam-merah melangkah mantap, sesekali memamerkan jurus tangkas khas Betawi.
Mereka adalah rombongan Perguruan Silat Tradisional Beksi Muhammad Noer atau Beksi Kong Noer, yang datang jauh dari Petukangan Selatan, Jakarta Selatan, untuk ambil bagian dalam Pencak Malioboro Festival 8. Gelaran ini berlangsung 12–14 September 2025 sebagai bagian dari Festival Pencak Silat di DIY.
Festival tahunan ini selalu jadi daya tarik. Ratusan perguruan silat dari seluruh Nusantara hingga mancanegara hadir, sementara wisatawan asing tampak antusias mengabadikan atraksi dengan ponsel. Beberapa turis bahkan terperangah melihat jurus khas Beksi yang lugas namun bertenaga.
“Beksi itu identitas kami. Jurusnya sederhana, tapi punya pukulan dan tangkisan kuat. Kami ingin menunjukkannya langsung di hadapan masyarakat luas, termasuk wisatawan,” ujar Ketua Perguruan Silat Tradisional Beksi Muhammad Noer, Herdi Noverdi, Sabtu (13/9/2025).
Herdi menegaskan, keikutsertaan Beksi Kong Noer bukan semata unjuk kebolehan, melainkan membawa misi kebudayaan: menjaga silaturahmi antarperguruan sekaligus memperkenalkan Beksi sebagai warisan budaya Betawi.
“Kami ingin anak-anak muda melihat Beksi bukan hanya sebagai bela diri, tapi juga jembatan budaya,” tambahnya.
Dalam festival ini, Beksi Kong Noer mengirim 18 pendekar tangguh. Mereka tampil dalam 6 Jam Pencak Silat di Kota Yogyakarta, yang menghadirkan sekitar 80 perguruan dari berbagai daerah dan mancanegara.
Selain atraksi jurus, festival juga dimeriahkan Lomba Koreografi Pencak, Lomba Mewarnai Gambar Pencak Silat untuk anak-anak, hingga Workshop Pencak Silat yang mengajak masyarakat memahami filosofi bela diri asli Nusantara. Puncak acara ditutup dengan Kirab Pencak Malioboro, pawai spektakuler melintasi ikon wisata belanja Yogyakarta.
Saat barisan Beksi Kong Noer melintas, tepuk tangan penonton pecah. Seorang turis asal Belanda bahkan berteriak kagum, “Amazing! It’s like dancing, but powerful!” sambil merekam gerakan tangkisan Beksi.
Malioboro sore itu menjelma jadi gelanggang terbuka, tempat tradisi tua Nusantara kembali bernapas dan menyapa siapa saja yang berhenti sejenak untuk melihat.
Herdi menutup dengan pesan kuat: meski tanpa dukungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, silat Beksi tetap harus hidup dan berkembang.
“Semangatnya bukan soal besar-kecilnya biaya, tapi bagaimana kami bisa hadir di Yogyakarta, ikut meramaikan Malioboro,” tegasnya.
Komentar0