TpOlTfrpTSY5BUO8BSd8Tfr0Gi==

Amir Hamzah : secara Politik Purbaya d tekan dan akan disikat oleh 2 kekuatan besar

SATYABERITA – Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang dikenal menteri yang Vokal, mahiwal dan selon karena kebijakannya yang berani menenggelamkan kapal pencuri ikan dan menghabisi mafia Lobster. Gubernur Jawa Barat Kang Dedi Mulyadi juga dikenal Vokal berani, mahiwal dan selon dengan kebijakannya dalam tata kelola Managemen keuangan, perbaikan infrastruktur dan pembinaan siswa di barak militer.

Begitupun Keberanian seorang Jaksa Agung Burhanuddin Abdullah yang berani menyatroni rumah anak kandung Riza Khalid dan langsung menetapkan Riza Khalid atas dugaan korupsi migas. Terbaru Dia telah menyerahkan uang hasil sitaan dugaan korupsi minyak sawit mentah senilai Rp13,2 Trilyun kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang disaksikan langsung Presiden Prabowo Subianto. Apa yang dilakukan Burhanuddin dalam kategori pemberani, mahiwal dan selon dalam kondisi semua elemen yang dikuasai Gerombolan Jokowi dan Gengnya

Kini, muncul satu lagi, sama sama pemberani, mahiwal dan selon: Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan. Ia sudah mengeluarkan beberapa kebijakan yang menyengat, salah satunya mengenai : tidak mau menggunakan APBN untuk bayar utang kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh.

Dedi Mulyadi atau yang lebih dikenal KDM dan Burhanuddin terbilang politisi dan anggota partai. Susi Pudjiastuti bukan orang partai dan yang ditendang keluar dari kabinet Presiden Joko Widodo. Purbaya Yudhi Sadewa pun bukan orang partai. Akankah nasib nya sama seperti Susi Pudjiastuti?

Langkah Menteri Keuangan Purbaya telah memicu ketegangan politik yang mulai meruncing di tubuh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Purbaya Yudha Sadewa kini menjadi sorotan tajam setelah menolak penggunaan APBN untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Whoosh. Keputusan ini menuai banyak reaksi keras dari DPR dan menimbulkan ketegangan di lingkar kabinet pemerintahan Prabowo

Bisa dikatakan, Purbaya telah melawan kehendak mafia utang.

-Purbaya Ditekan-

Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah menilai langkah Purbaya amat sangat berisiko secara politik. “Purbaya bukan orang partai, tidak punya jaringan perlindungan di DPR. Ia sangat lemah secara politik dan mudah diserang. Sekarang Komisi XI sudah mulai menyorotinya. Dalam bahasa intelijen, itu tanda-tanda operasi tekanan yang terstruktur,” tutur Amir, kepada SatyaBerita, Jumat (24/10/2025).

Sumber masalah bermula ketika Purbaya secara terbuka menolak wacana pemerintah menggunakan APBN untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).

Menurutnya, beban tersebut seharusnya ditanggung oleh pihak konsorsium dan pemegang saham - bukan rakyat melalui anggaran negara. Pernyataan itu sontak memicu reaksi keras. Komisi XI DPR menilai Purbaya bersikap kaku dan kurang komunikatif. Beberapa anggota dewan pun telah menuding pernyataan Purbaya “berpotensi mengganggu proyek strategis nasional”.

Dari Sumber internal DPR menyebutkan sejumlah fraksi sudah menyiapkan rapat dengar pendapat khusus untuk membahas langkah Purbaya yang dianggap keluar dari kebijakan makro pemerintah.

Menurut Amir Hamzah, Purbaya kini berhadapan dengan dua kekuatan besar: mantan Presiden Joko Widodo (yang masih punya pengaruh besar pasca Pilpres 2024) dan Luhut Binsar Pandjaitan, tokoh utama dalam proyek infrastruktur strategis atau dengan sebutan lain sebagai biangkerok.

“Purbaya menolak mekanisme pembiayaan yang selama ini dikelola kelompok pro-Luhut. Ini jelas benturan kepentingan besar. Apalagi Jokowi masih punya jejak pengaruh dalam pemerintahan Prabowo. Kalau Purbaya bersikeras, dia akan diisolasi politiknya, lalu disikat lewat isu kinerja,” ujar Amir.

Dalam dunia intelijen, lanjutnya, mekanisme tekanan politik bisa berjalan halus —mulai dari pembingkaian media, desakan di parlemen, hingga narasi publik tentang “ketidakmampuan berkoordinasi”.

“Ini bukan sekadar kritik kebijakan, tapi operasi pembentukan persepsi,” tegas Amir.

Amir Hamzah menggambarkan ada tiga tahapan pola tekanan yang sedang berjalan:

Tahap pertama: Politisasi Media. Narasi yang menyerang Purbaya mulai muncul di sejumlah pemberitaan, menuding Kemenkeu lamban dan tak seirama dengan kabinet.

Tahap kedua: Tekanan Legislatif. Komisi XI mulai aktif memanggil Menkeu, meminta klarifikasi, bahkan menilai komunikasi Purbaya buruk.

Tahap ketiga: Isolasi Politik. Dukungan antar-menteri terhadap Purbaya melemah. Bila Presiden menilai situasi ini bisa mengganggu stabilitas, reshuffle menjadi langkah politik yang mudah dilakukan.

“Kalau tekanan itu terus berlanjut hingga akhir tahun, saya memperkirakan reshuffle bisa terjadi awal 2026. Ini bukan soal kapasitas, tapi keseimbangan politik kekuasaan,” ujar Amir.

Secara teknokrat, Purbaya dikenal rasional dan berhati-hati terhadap beban fiskal. Namun, di dunia politik, sikap tegas sering diartikan sebagai perlawanan.

“Purbaya tidak salah secara ekonomi, tapi dalam politik kekuasaan, benar secara teknis belum tentu aman secara politik,” ungkap Amir Hamzah.

Ia juga mengingatkan keputusan-keputusan fiskal besar seperti proyek Whoosh memiliki dimensi geopolitik karena melibatkan investasi asing dan kontrak antarnegara. “Penolakan Purbaya bisa dibaca sebagai ancaman bagi investor tertentu. Itulah kenapa tekanan datang dari banyak arah,” imbuhnya.

-Pembentukan Opini-

Dalam pandangan Amir, Komisi XI DPR menjadi kanal formal untuk mendorong tekanan politik. Melalui serangkaian rapat kerja dan evaluasi, DPR dapat membangun opini bahwa Purbaya tidak mampu menjaga koordinasi ekonomi nasional.

“Ketika opini ini telah terbentuk, presiden akan diberi dua opsi: mempertahankan dengan risiko citra kabinet terganggu atau menggantinya dengan figur yang lebih ‘kooperatif’. Biasanya, pilihan kedua yang diambil,” ucap Amir.

Sejumlah sumber internal di pemerintahan telah membenarkan pembahasan soal reshuffle kabinet ekonomi sudah pernah muncul dalam rapat terbatas. Namun, belum ada keputusan final dari Presiden Prabowo.

Amir pun memperkirakan, jika tekanan politik meningkat, nama Purbaya bisa masuk dalam daftar evaluasi. “Tekanan terukur seperti ini sering kali menjadi awal dari rotasi jabatan. Terutama kalau ada desakan dari kelompok yang merasa dirugikan,” jelasnya.

Saat ini Situasi Purbaya menunjukkan dunia kebijakan ekonomi tidak pernah lepas dari intrik politik dan kepentingan kekuasaan. Di satu sisi, ia mempertahankan integritas fiskal. Di sisi lain, ia harus berhadapan dengan kekuatan politik dan bisnis yang besar.

“Dalam terminologi intelijen, ini bukan sekadar konflik kebijakan, tapi power realignment — penyesuaian ulang kekuasaan setelah pergantian pemerintahan. Dan dalam penyesuaian semacam ini, yang tidak punya perlindungan politik sering kali menjadi korban pertama,” pungkas Amir Hamzah.

Dulur Aing tea#A.oNe

Komentar0

Type above and press Enter to search.